Sabtu, 02 Juli 2011

Teknologi pengolahan air payau dan air laut

Teknologi pengolahan air payau dan air laut menjadi air siap minum sebenarnya jauh lebih murah dibanding jika masyarakat pesisir atau kepulauan harus membeli air kemasan.

Daripada masyarakat membeli air kemasan yang harganya setiap satu liter sampai Rp3.000 bahkan lebih, lebih baik komunitas setempat membangun unit pengolahan air sendiri menurut Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Nusa Idaman Said MEng, pada Seminar Aplikasi Teknologi Penyediaan Air Bersih di Jakarta.

Biaya pengolahan air payau atau laut dengan kapasitas besar di atas 1.000 meter kubik (m3) per hari, urainya, membutuhkan biaya operasi sekitar Rp8.000-9.000 per m3 hingga siap untuk diminum, sementara masyarakat harus membayar lebih dari Rp3 juta untuk mengkonsumsi setiap m3 (1.000 liter) air kemasan.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di kawasan pesisir dan kepulauan dihimbau berpartisipasi mengolah air payau atau laut menjadi air siap minum karena harga air PDAM untuk industri rata-rata mencapai Rp15 ribu per m3 yang berarti masih mempunyai selisih Rp6.000-7.000 per m3 yang bisa dihitung untuk mensubsidi air minum masyarakat.

Masyarakat wilayah pesisir dan kepulauan seringkali tidak punya pilihan lain selain menggunakan sumber air baku dengan kadar garam yang tinggi yang melebihi baku mutu yang diharuskan yakni TDS (Total Dissolve Solid) atau ukuran zat terlarut kurang dari 1.500 ppm, sehingga untuk minum terpaksa harus membeli air kemasan.

Air asin mengandung zat terlarut seperti garam yang jumlahnya rata-rata 3-4,5 persen yang harus dipisahkan dengan teknologi desalinasi, antara lain dengan proses distilasi (penguapan), proses elektrodialisis, dan proses dengan menggunakan membran seperti teknik Osmosis Balik (RO).

Keterpaksaan mengkonsumsi air kemasan ini, lanjut dia, juga dialami masyarakat yang hidup di lahan gambut seperti di sebagian Kalimantan dan Sumatera yang air tanahnya berwarna kecoklatan, memiliki tingkat keasaman tinggi dan kandungan besi dan mangaan yang tinggi.

Keasaman air gambut bisa diantisipasi dengan menaikkan ph yang otomatis juga membuat besi dan mangan yang terkandung teroksidasi, sedangkan untuk menghilangkan warna air gambut bisa dengan memberi zat penggumpal seperti tawas untuk proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dengan kapur (CaOH) serta proses filtrasi dengan nano filtrasi hingga Osmosis Balik (RO).

Untuk mengolah air gambut, biaya operasionalnya, menurut Nusa, lebih murah lagi, hanya sekitar Rp3.500-Rp4.000 per m3 hingga menjadi air siap minum. Sedangkan mengolah air limbah yang ada di perkotaan untuk didaur ulang menjadi standar air baku, menurut dia, cukup dengan biaya operasional Rp1.500 per m3 karena industri sudah mengolah air limbahnya masing-masing menjadi air standar.Ditambah dengan biaya operasi Rp7.000-Rp8.000 per m3 akan menjadi air layak minum. Prosesnya sama, bisa dengan mikro filtrasi (untuk ukuran partikel lebih besar daripada 0,1 mikron) dan ultra filtrasi (0,01-0,1 mikron).

0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons