Sabtu, 02 Juli 2011

INSTALASI PENGOLAHAN AIR BERSIH

Air adalah salah satu kebutuhan utama bagi manusia, untuk kebutuhan minum, mandi, cuci, masak, dan lainnya. Ketersediaan air bersih di sebuah kawasan sangatlah penting. Namun, mengingat bahwa tidak semua kawasan mendapatkan air bersih, maka perlu adanya pemerataan distribusi air bersih bagi masyarakat.

Kriteria air bersih biasanya meliputi 3 aspek, yaitu kualitas, kuantitas, dan kontinuitas. Dalam usaha menyediakan air bersih, biasanya BUMN di Indonesia yang berkaitan dengan hal ini adalah PDAM – Perusahaan Dagang Air Minum. Kadang ada yang menyindirnya sebagai Perusahaan Dagang Air Mandi, karena terkadang air yang didistribusikan tidak memenuhi kriteria air minum, hehehe..
Anyway, secara teknis, tulisan ini sebenarnya akan membahas mengenai jenis-jenis pengolahan air bersih. Secara umum, pengolahan air bersih terdiri dari 3, yaitu pengolahan secara fisika, kimia, dan biologi. Pada pengolahan secara fisika, biasanya dilakukan secara mekanis, tanpa adanya penambahan bahan kimia. Contohnya adalah pengendapan, filtari, adsorpsi, dan lain-lain. Pada pengolahan secara kimiawi, terdapat penambahan bahan kimia, seperti klor, tawas, dan lain-lain, biasanya digunakan untuk menyisihkan logam-logam berat yang terkandung dalam air. Pada pengolahan secara biologis, biasanya memanfaatkan mikroorganisme sebagai media pengolahnya.
PDAM, biasanya melakukan pengolahan secara fisika dan kimiawi dalam proses penyediaan air bersih. Secara umum, skema pengolahan air bersih di daerah-daerah di Indonesia terlihat seperti pada gambar di bawah. Terdapat 3 bagian penting dalam sistem pengolahannya.


1. Bangunan Intake
Bangunan intake ini berfungsi sebagai bangunan pertama untuk masuknya air dari sumber air. Pada umumnya, sumber air untuk pengolahan air bersih, diambil dari sungai. Pada bangunan intake ini biasanya terdapat bar screen yang berfungsi untuk menyaring benda-benda yang ikut tergenang dalam air. Selanjutnya, air akan masuk ke dalam sebuah bak yang nantinya akan dipompa ke bangunan selanjutnya, yaitu WTP – Water Treatment Plant.

2. Water Treatment Plant
Water Treatment Plant atau lebih populer dengan akronim WTP adalah bangunan utama pengolahan air bersih. Biasanya bagunan ini terdiri dari 4 bagian, yaitu : bak koagulasi, bak flokulasi, bak sedimentasi, dan bak filtrasi. Nah, sekarang kita bahas satu per satu bagian-bagian ini.

a. Koagulasi
Dari bangunan intake, air akan dipompa ke bak koagulasi ini. Apa yang terjadi dalam bak ini..?? pada proses koagulasi ini dilakukan proses destabilisasi partikel koloid, karena pada dasarnya air sungai atau air-air kotor biasanya berbentuk koloid dengan berbagai partikel koloid yang terkandung di dalamnya. Destabilisasi partikel koloid ini bisa dengan penambahan bahan kimia berupa tawas, ataupun dilakukan secara fisik dengan rapid mixing (pengadukan cepat), hidrolis (terjunan atau hydrolic jump), maupun secara mekanis (menggunakan batang pengaduk). Biasanya pada WTP dilakukan dengan cara hidrolis berupa hydrolic jump. Lamanya proses adalah 30 – 90 detik.


b. Flokulasi
Setelah dari unit koagulasi, selanjutnya air akan masuk ke dalam unit flokulasi. Unit ini ditujukan untuk membentuk dan memperbesar flok. Teknisnya adalah dengan dilakukan pengadukan lambat (slow mixing).


c. Sedimentasi
Setelah melewati proses destabilisasi partikel koloid melalui unit koagulasi dan unit flokulasi, selanjutnya perjalanan air akan masuk ke dalam unit sedimentasi. Unit ini berfungsi untuk mengendapkan partikel-partikel koloid yang sudah didestabilisasi oleh unit sebelumnya. Unit ini menggunakan prinsip berat jenis. Berat jenis partikel koloid (biasanya berupa lumpur) akan lebih besar daripada berat jenis air. Dalam bak sedimentasi, akan terpisah antara air dan lumpur.


d. Filtrasi
Setelah proses sedimentasi, proses selanjutnya adalah filtrasi. Unit filtrasi ini, sesuai dengan namanya, adalah untuk menyaring dengan media berbutir. Media berbutir ini biasanya terdiri dari antrasit, pasir silica, dan kerikil silica denga ketebalan berbeda. Dilakukan secara grafitasi.


Selesailah sudah proses pengolahan air bersih. Biasanya untuk proses tambahan, dilakukan disinfeksi berupa penambahan chlor, ozonisasi, UV, pemabasan, dan lain-lain sebelum masuk ke bangunan selanjutnya, yaitu reservoir.

3. Reservoir
Setelah dari WTP dan berupa clear water, sebelum didistribusikan, air masuk ke dalam reservoir. Reservoir ini berfungsi sebagai tempat penampungan sementara air bersih sebelum didistribusikan melalui pipa-pipa secara grafitasi. Karena kebanyakan distribusi di kita menggunakan grafitasi, maka reservoir ini biasanya diletakkan di tempat dengan eleveasi lebih tinggi daripada tempat-tempat yang menjadi sasaran distribusi. Biasanya terletak diatas bukit, atau gunung.


Gabungan dari unit-unit pengolahan air ini disebut IPA – Instalasi Pengolahan Air. Untuk menghemat biaya pembangunan, biasanya Intake, WTP, dan Reservoir dibangun dalam satu kawasan dengan ketinggian yang cukup tinggi, sehingga tidak diperlukan pumping station dengan kapasitas pompa dorong yang besar untuk menyalurkan air dari WTP ke reservoir. Barulah, setelah dari reservoir, air bersih siap untuk didistribusikan melalui pipa-pipa dengan berbagai ukuran ke tiap daerah distribusi.

Air Bersih Sumber Daya yang Rawan

Air merupakan unsur utama bagi hidup kita di planet ini. Kita mampu bertahan hidup tanpa makan dalam beberapa minggu, namun tanpa
air
kita akan mati dalam beberapa hari saja.
Dalam bidang kehidupan ekonomi modern kita, air juga merupakan hal utama untuk budidaya pertanian, industri, pembangkit tenaga listrik, dan transportasi.
Semua orang berharap bahwa seharusnya air diperlakukan sebagai bahan yang sangat bernilai, dimanfaatkan secara bijak, dan dijaga terhadap cemaran. Namun kenyataannya air selalu dihamburkan, dicemari, dan disia-siakan. Hampir separo penduduk dunia, hampir seluruhnya di negara-negara berkembang, menderita berbagai penyakit yang diakibatkan oleh kekurangan air, atau oleh air yang tercemar. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, 2 miliar orang kini menyandang risiko menderita penyakit murus yang disebabkan oleh air dan makanan. Penyakit ini merupakan penyebab utama kematian lebih dari 5 juta anak-anak setiap tahun.
Sumber-sumber air semakin dicemari oleh limbah industri yang tidak diolah atau tercemar karena penggunaanya yang melebihi kapasitasnya untuk dapat diperbaharui. Kalau kita tidak mengadakan perubahan radikal dalam cara kita memanfaatkan air, mungkin saja suatu ketika air tidak lagi dapat digunakan tanpa pengolahan khusus yang biayanya melewati jangkauan sumber daya ekonomi bagi kebanyakan negara.
Banyak orang memang memahami masalah-masalah pencemaran dan lingkungan yang biasanya merupakan akibat perindustrian, tetapi tetap saja tidak menyadari implikasi penting yang dapat terjadi. Sebagian besar penduduk bumi berada di negara-negara berkembang; kalau orang-orang ini harus mendapatkan sumber air yang layak, dan kalau mereka menginginkan ekonomi mereka berkembang dan berindustrialisasi, maka masalah-masalah yang kini ada harus disembuhkan. Namun bagaimanapun masalah persediaan air tidak dapat ditangani secara terpisah dari masalah lain. Buangan air yang tak layak dapat mencemari sumber air, dan sering kali tak teratasi. Ketidaksempurnaan dalam layanan pokok sistem saluran hujan yang kurang baik, pembuangan limbah padat yang jelek juga dapat menyebabkan hidup orang sengsara. Oleh karena itu, meskipun makalah ini memusatkan diri terutama pada air dan sanitasi, dalam jangka panjang akan sangat penting memikirkannya dari segi pengintegrasian layanan-layanan lingkungan ke dalam suatu paket pengelolaan air, sanitasi, saluran, dan limbah padat yang komprehensif.
Ketersediaan dan Kelangkaan Air
Air merupakan elemen yang paling melimpah di atas Bumi, yang meliputi 70% permukaannya dan berjumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik. Apabila dituang merata di seluruh permukaan bumi akan terbentuk lapisan dengan kedalaman rata-rata 3 kilometer. Namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian besar air, kira-kira 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya,tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah.
Dalam satu tahun, rata-rata jumlah tersebut tersisa lebih dari 40.000 kilometer kubik
air segar
yang dapat diperoleh dari sungai-sungai di dunia. Bandingkan dengan jumlah penyedotan yang kini hanya ada sedikit di atas 3.000 kilometer kubik tiap tahun. Ketersediaan ini (sepadan dengan lebih dari 7.000 meter kubik untuk setiap orang) sepintas kelihatannya cukup untuk menjamin persediaan yang cukup bagi setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut seringkali tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat. Misalnya, lembah sungai Amazon memiliki sumber yang cukup tetapi mengekspor air dari sini ke tempat-tempat yang memerlukan adalah tidak ekonomis.
Selain itu, angka curah hujan sering sangat kurang dapat dipercaya, sehingga persediaan air yang nyata sering jauh di bawah angka rata-rata yang ditunjukkan. Pada musim penghujan, hujan sangat hebat, namun biasanya hanya terjadi beberapa bulan setiap tahun; bendungan dan
tandon air
yang mahal diperlukan untuk menyimpan air untuk bulan-bulan musim kering dan untuk menekan kerusakan musibah banjir. Bahkan di kawasan-kawasan “basah” ini angka yang turun-naik dari tahun ke tahun dapat mengurangi persediaan air yang akan terasa secara nyata. Sedangkan di kawasan kering seperti Sahel di Afrika, masa kekeringan yang berkepanjangan dapat berakibat kegagalan panen, kematian ternak dan merajalelanya kesengsaraan dan kelaparan.
Pembagian dan pemanfaatan air selalu merupakan isu yang menyebabkan pertengkaran, dan sering juga emosi. Keributan masalah air bisa terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun berdampak ke benua luas. Di Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh dua negara atau lebih; Sungai Nil oleh sembilan, dan Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai, yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama oleh dua negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan ketegangan politik dengan negara tetangganya.
Karena air yang dapat diperoleh dan bermutu bagus semakin langka, maka percekcokan dapat semakin memanas. Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya di kawasan negara berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya di bawah 1.000 meter kubik untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya dianggap kendala yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara lainnya memiliki di bawah 2.000 meter kubik untuk tiap orang.
Lebih parah lagi, penduduk dunia yang kini berjumlah 5,3 miliar mungkin akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025. Beberapa ahli memperkirakan bahwa tingkat itu akan menjadi stabil pada angka 16 miliar orang. Apapun angka terakhirnya, yang jelas ialah bahwa tekanan yang sangat berat akan diderita oleh sumber-sumber bumi yang terbatas. Dan laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.
Dalam tahun-tahun belakangan ini, sebagian besar angka pertumbuhan penduduk terpusat pada kawasan perkotaan. Pertumbuhan penduduk secara menyeluruh di negara-negara berkembang kira-kira 2,1 persen setahun, tetapi di kawasan perkotaan lebih dari 3,5%. Daerah kumuh perkotaan atau hunian yang lebih padat di kota yang menyedot pemukim baru termiskin tumbuh dengan laju sekitar 7% setahun.
Hunian pinggiran yang lebih padat sering dibangun secara membahayakan di atas tanah yang tak dapat digunakan untuk apapun, seperti bukit-bukit terjal yang labil atau daerah-daerah rendah yang rawan banjir. Kawasan semacam itu tidak sesuai dengan perencanaan kota yang manapun, dipandang dari segi tata-letak ataupun kebakuan. Karena kawasan semacam itu dianggap sah secara hukum dan bersifat “darurat”, pemerintah kota biasanya tidak cepat melengkapinya dengan prasarana seperti jalan, gedung sekolah, klinik kesehatan, pasokan air, dan sanitasi. Namun sebenarnya hunian semacam ini tak pelak akan menjadi pola bagi kota yang harus dilayani dengan prasarana modern; hal ini mempunyai implikasi-implikasi baik untuk pemecahan secara teknis maupun secara lembaga yang akan diperlukan sebagai syarat supaya segala layanan mencapai semua orang dan berkesinambungan.
Di sementara negara, masalah terbesar mengenai persediaan air berkembang bukan hanya dari masalah kelangkaan air dibanding dengan jumlah penduduk, melainkan dari kekeliruan menentukan kebijakan tentang air, dan baru menyadari masalah-masalah tersebut lama setelah akibat yang tak dikehendaki menjadi kenyataan. Jadi meskipun penambahan investasi dalam sektor ini diperlukan, penambahan itu perlu disertai dengan perubahan: Prioritas utama haruslah pada cara pemanfaatan paling bijak terhadap investasi besar yang telah ditanam dalam sektor ini setiap tahun.

Teknologi pengolahan air payau dan air laut

Teknologi pengolahan air payau dan air laut menjadi air siap minum sebenarnya jauh lebih murah dibanding jika masyarakat pesisir atau kepulauan harus membeli air kemasan.

Daripada masyarakat membeli air kemasan yang harganya setiap satu liter sampai Rp3.000 bahkan lebih, lebih baik komunitas setempat membangun unit pengolahan air sendiri menurut Peneliti Pusat Teknologi Lingkungan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Nusa Idaman Said MEng, pada Seminar Aplikasi Teknologi Penyediaan Air Bersih di Jakarta.

Biaya pengolahan air payau atau laut dengan kapasitas besar di atas 1.000 meter kubik (m3) per hari, urainya, membutuhkan biaya operasi sekitar Rp8.000-9.000 per m3 hingga siap untuk diminum, sementara masyarakat harus membayar lebih dari Rp3 juta untuk mengkonsumsi setiap m3 (1.000 liter) air kemasan.

Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di kawasan pesisir dan kepulauan dihimbau berpartisipasi mengolah air payau atau laut menjadi air siap minum karena harga air PDAM untuk industri rata-rata mencapai Rp15 ribu per m3 yang berarti masih mempunyai selisih Rp6.000-7.000 per m3 yang bisa dihitung untuk mensubsidi air minum masyarakat.

Masyarakat wilayah pesisir dan kepulauan seringkali tidak punya pilihan lain selain menggunakan sumber air baku dengan kadar garam yang tinggi yang melebihi baku mutu yang diharuskan yakni TDS (Total Dissolve Solid) atau ukuran zat terlarut kurang dari 1.500 ppm, sehingga untuk minum terpaksa harus membeli air kemasan.

Air asin mengandung zat terlarut seperti garam yang jumlahnya rata-rata 3-4,5 persen yang harus dipisahkan dengan teknologi desalinasi, antara lain dengan proses distilasi (penguapan), proses elektrodialisis, dan proses dengan menggunakan membran seperti teknik Osmosis Balik (RO).

Keterpaksaan mengkonsumsi air kemasan ini, lanjut dia, juga dialami masyarakat yang hidup di lahan gambut seperti di sebagian Kalimantan dan Sumatera yang air tanahnya berwarna kecoklatan, memiliki tingkat keasaman tinggi dan kandungan besi dan mangaan yang tinggi.

Keasaman air gambut bisa diantisipasi dengan menaikkan ph yang otomatis juga membuat besi dan mangan yang terkandung teroksidasi, sedangkan untuk menghilangkan warna air gambut bisa dengan memberi zat penggumpal seperti tawas untuk proses koagulasi, flokulasi, dan sedimentasi dengan kapur (CaOH) serta proses filtrasi dengan nano filtrasi hingga Osmosis Balik (RO).

Untuk mengolah air gambut, biaya operasionalnya, menurut Nusa, lebih murah lagi, hanya sekitar Rp3.500-Rp4.000 per m3 hingga menjadi air siap minum. Sedangkan mengolah air limbah yang ada di perkotaan untuk didaur ulang menjadi standar air baku, menurut dia, cukup dengan biaya operasional Rp1.500 per m3 karena industri sudah mengolah air limbahnya masing-masing menjadi air standar.Ditambah dengan biaya operasi Rp7.000-Rp8.000 per m3 akan menjadi air layak minum. Prosesnya sama, bisa dengan mikro filtrasi (untuk ukuran partikel lebih besar daripada 0,1 mikron) dan ultra filtrasi (0,01-0,1 mikron).

PENGUATAN BUDAYA NASIONAL DALAM SITUASI KRISIS BUDAYA

Bangsa Indonesia mengakui atas keluhuran budaya  bangsanya adalah satu hal yang tidak dapat diragukan. Namun pantas disayangkan, perhatian dan penghormatan terhadap budaya bangsa masih berada pada level yang  meragukan. Terhadap budayanya, bangsa ini terkesan pokoknya masih ada yang mengurusi. Dalam kondisi seperti ini perlahan dan pasti suatu saat nanti bangsa ini pasti lupa akan budayanya sendiri. Situasi ini menunjukan betapa krisis budaya telah melanda negeri ini.
Bahkan oleh Abdul Hadi WM  (2009)  mencatatat , bahwa krisis kebudayaan telah lama melanda kehidupan bangsa kita. Tanda-tandanya tampak terutama dalam merosotnya nilai dan pemujaan berlebihan di kalangan luas masyarakat terhadap hal-hal yang bersifat fisik dan material. Oleh karena itu, seperti krisis-krisis lainnya, sepatutnya ia dijadikan pekerjaan rumah oleh kita untuk dibahas dan dipecahkan bersama-sama. Memang, persoalan yang berkaitan dengan kebudayaan tampak kurang menarik dan aktual dibanding persoalan yang menyangkut kehidupan ekonomi atau politik. Tetapi harus diakui pula krisis yang terjadi dalam bidang-bidang tersebut sangat terkait dengan krisis yang berlaku di lapangan kebudayaan, maka membicarakan krisis kebudayaan menjadi tidak kurang penting dan mendesak.
Rendahnya perhatian dan pengormatan itu, sangatlah kasat mata. Sebab pusat kebudayaan, lembaga kebudayaan  yang ada di Indonesia ini keberadaanya dapat dihitung dengan jari tangan. Minimnya pusat budaya dan lembaga budaya di baik diperkotaan maupun  dan di pedesan di negara ini yang menguri-uri budaya bangsanya, menunjukan minimnya pula kepedulian atas masa depan budaya. Yang semestinya budaya senantiasa dilestarikan dan diberdayakan. 
Padahal dalam Undang Undang Dasar Negara RI tahun 1945  (UUD 1945) Pasal 32 ayat (1)  dinyatakan, “Negara memajukan kebudayaan nasional di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasa masyarakat dalam  memelihara dan mengembangkan nilai–nilai budayanya”. Sudah sangat jelas konstitusi menugaskan  kepada penyelenggara negara untuk memajukan kebudayaan nasional Indonesia. Ini berarti negara berkewajiban memberi ruang, waktu, sarana, dan institusi untuk memajukan budaya nasional dari mana pun budaya itu berasal.
Amanah konstitusi itu, tidak direspon secara penuh oleh negara. Bahkan  hampir 65 tahun merdeka ini masalah budaya kepengurusannya “dititipkan” kepada institusi yang lain. Pada masa yang lampau pengembangan budaya dititipkan kepada Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, kini Budaya berada dalam satu atap dengan Pariwisata, yakni Departemen Pariwisata dan Budaya. Dari titik ini saja telah ada kejelasan, bagaimana penyelenggara negara menyikapi budaya nasional itu. Budaya nasional dipandang sebagai bagian dari sektor lain yang dapat  disambi.
Menjelang meletusnya Gerakan Tiga Puluh September (Gestapu) pada tahun 1965, budaya dijadikan sebagai alat propaganda politik,sampai pada titik yang disebut perang politik melalui budaya, yang oleh D.S Moeljatno dan Taufiq Ismail diabadikan dalam karyanya ”Prahara Budaya” tahun 1995. Prahara Budaya yang disusun oleh mereka  memaparkan ulang, prahara budaya yang terjadi menjelang  Gestapu. Pada waktu itu budaya dijadikan propaganda politik, bahkan perang ideologi politik melalui karya budaya.
Peristiwa kedua yang cukup menyita perhatian bangsa dan dunia adalah klaim oleh negara Malaysia terhadap produk budaya bangsa Indonesia yang diklaim sebagai budaya negara Jiran tersebut,  antara lain lagu Rasa sayange, Batik, Reog Ponorogo, bahkan sampai pada lagu lagu milik Rapper SayKoji dan lagu pop melayu kepunyaan Group Band Wali.
Negara atau pemerintah Indonesia semestinya berkomitmen untuk mengembangkan kebudayaan nasional dan  melindungi kebudayaan nasional, agar budaya Indonesia yang dikenal sebagai budaya adi luhung, tidak tenggelam dalam arus materialistis dan semangat hedonisme yang kini sedang melanda dunia secara global. Sudah saatnya negara mempunyai strategi dan politik kebudayaan yang berorientasi pada penguatan dan pengukuhan budaya nasional sebagai budaya bangsa Indonesia.
Sebagai bangsa yang merasa besar sebagai bangsa Indonesia, kita harus meyakini bahwa para leluhur telah meninggalkan kepada bangsa ini keanekaragaman budaya yang bernilai tinggi. Warisan adi luhung itu tidak cukup bila hanya berhenti pada tontonan dan hanya dianggap sebagai warisan yang teronggok dalam musium, dan buku buku sejarah saja. Bangsa ini mestinya mempunyai kemampuan memberikan nilai nilai budaya sebagai aset bangsa yang mesti terjaga kelestarian agar harkat martabat sebagai bangsa yang berbudaya luhung tetap dapat dipertahankan sepanjang masa.
    Dalam situasi global, lintas budaya  antar negara  dengan mudah terjadi, budaya bangsa Indonesia dengan mudah dinikmati, dipelajari, dipertunjukan, ditemukan di negara lain. Dengan demikian, seperti yang dikatakan Edi Wirawan (2008), dalam konteks pengembangan kebudayaan nasional, maka proses lintas budaya dan silang budaya yang terjadi harus dijaga agar tidak melarutkan nilai nilai luhur bangsa Indonesia.
Sementara itu dalam situasi budaya bangsa yang cukup memprihatinkan ini, muncul forum kebudayaan Indonesia yang berikhtiar untuk tetap memelihara dan menjaga budaya nasional. Semangat dan keprihatinan akan budaya bangsa ini juga menjadi latar belakang pendirian Forum Kebudayaan Indonesia, yakni kelembagaan bersama yang diharapkan mampu menjadi forum revitalisasi budaya bangsa dengan visi 2008-2028. Dengan visi menjadi bangsa Indonesia yang berkarakter (mempunyai jati diri), bermartabat dan terhormat, maka diharapkan dapat dijalankan beberapa misi umum; (1) memelihara warisan budaya bangsa (national heritage), (2) menanamkan nilai-nilai budaya lokal/nasional yang positif dan konstruktif, (3) menyaring budaya asing yang masuk melalui aktualisasi budaya, (4) memfasilitasi kegiatan budaya yang belum dengan membiayai kegiatannya sendiri (self-finance), dan (5) menggalang semua potensi budaya yang ada melalui “Manajemen Budaya” Tata Kelola Kebudayaan yang Baik dan Benar (Good Cultural Management/ Good Cultural Governance).
Demikian halnya salah satu butir rekomendasi Work Shop Pemberdayaan Masyarakat Adat, 28-1 Maret 2004, yang  diselenggarakan atas kerjasama Institute for Research and Empowerment (IRE) Yogyakarta, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat (LPPMA) Pontianak, dan Dewan Adat Kecamatan Ngabang. Hasilnya, pluralisme dan penghormatan terhadap keberagaman kehidupan keagamaan serta adat istiadat sudah menjadi tradisi masyarakat adat. Oleh karena itu, pola perilaku penghormatan terhadap kemajemukan sosial budaya ini perlu dipertahankan dalam kehidupan masyarakat adat pada masa akan datang karena kehidupan sosial masyarakat akan mengarah pada pluralitas sosial budaya.
Dalam era globalisasi ini diperlukan langkah penguatan institusi sosial budaya lokal untuk memfilter pengaruh globalisasi yang merasuk ke dalam kehidupan masyarakat adat sehari-hari.

Pencerdasan Bangsa untuk Penguatan Budaya
Bangsa ini harus mengakui, selama ini pendidikan formal hanya memberi ruang yang sangat sempit terhadap budaya, baik  budaya lokal maupun nasional. Budaya sebagai materi pendidikan baru taraf kognitif, peserta didik diajari nama-nama budaya nasional, lokal, bentuk tarian, nyanyian daerah, berbagai adat di berbagai daerah,  tanpa memahami makna budaya itu secara utuh. Sudah saatnya, peserta didik, dan masyarakat pada umumnya diberi ruang dan waktu serta sarana untuk berpartisipasi dalam pelestarian, dan pengembangan budaya di daerahnya. Sehingga nilai nilai budaya tidak hanya dipahami sebagai tontonan dalam berbagai festival budaya, acara seremonial, maupun tontonan dalam media elektronik.
Masyarakat, sesungguhnya pemilik budaya itu. Masyarakatlah yang lebih memahami bagaimana mempertahankan dan melestarikan budayanya. Sehingga budaya akan menjadi bagian dalam kehidupan sehari-hari. Dengan adanya pemeliharaan budaya oleh masyarakat, maka  klaim-klaim oleh negara lain dengan mudah akan terpatahkan. Filter terhadap budaya asing pun juga dengan aman bisa dilakukan. Pada gilirannya  krisis budaya pun akan terhindarkan. Sudah saatnya, pemerintah pusat dan daerah secara terbuka memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam upaya penguatan budaya nasional.

MANFAAT DARI MEMPELAJARI ILMU BUDAYA DASAR

1.    Mengenal perilaku lebih dalam dirinya sendiri maupun orang lain yang sebelumnya lebih dikenal luarnya saja.
2.    Sebagai bekal penting untuk pergaulan hidup.
3.    Perlu bersikap luwes dalam pergaulan setelah mendalami jiwa dan perasaan manusia serta mau tahu perilaku manusia.
4.    Tanggap terhadap hasil budaya manusia secara lebih mendalam sehingga lebih peka terhadap masalah-masalah pemikiran perasaan serta perilaku manusia dan ketentuan yang diciptakannya.
5.    mampu menghargai budaya yang ada di sekitarnya dan ikut mengembangkan budaya bangsa serta melestarikan budaya nenek moyang leluhur kita yang luhur nilainya.
6.    sebagai calon pemimpin bangsa serta ahli dalam disiplin ilmu tidak jatuh kedalam sifat-sifat kedaerahan dan kekotaan sebagai disiplin ilmu yang kaku.
7.    Dapat menciptakan sifat kebudayaan yang universal dan dinamis
8.    Dapat mengenal lebih dalam tentang budaya yang terdapat di Negara yang kita cintai dengan melihat dari kesenian, bermacam-macam suku, adat istiadat, bahasa, budaya daerah dan budaya nasional.
9.    Mampu menciptakan hubungan yang harmonis antar manusia dan kelompok.
10.    Dapat mengenal lebih jauh tentang unsure-unsur budaya seperti :
a. Sistem Religi/ Kepercayaan
b. Sistem organisasi kemasyarakatan
c. Ilmu Pengetahuan
d. Bahasa dan kesenian
e. Mata pencaharian hidup
f. Peralatan dan teknologi
Dengan adanya manfaat tersebut, maka perubahan-perubahan yang ada di masyarakat dapat di antisipasi dengan baik. Manfaat-manfaat tersebut pula lah yang menjadikan kebudayaan Indonesia berbeda dengan kebudayaan di Negara-Negara lain. Dengan adanya budaya, hendaknya pola pikir manusia dalam bertindak dapat semakin maju dan berkembang, namun dapat juga menyaring hal-hal negative yang masuk sehingga tidak menjatuhkan nama baik Negara.
Hal ini lah yang paling utama di jadikan sebagai tujuan mengapa ilmu budaya dasar wajib di pelajari dan di terapkan, terutama bagi generasi-generasi muda agar tidak salah dalam menyaring budaya budaya yang masuk di suatu negara.

DEFINISI KEBUDAYAAN

1. Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adapt istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
2. M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan mencakup keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi social, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
3. Koentjaraningrat
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan relajar.
4. Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
5. William H. Haviland
Kebudayaan adalah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang jika dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan perilaku yang dipandang layak dan dapat di tarima ole semua masyarakat.
6. Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi manusia adalah hasil perjuangan manusia terhadap dua pengaruh kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup manusia untuk mengatasi berbagai rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
7. Francis Merill
•    Pola-pola perilaku yang di hasilkan oleh interaksi social
•    Semua perilaku dan semua produk yang dihasilkan oleh sesorang sebagai anggota suatu masyarakat yang di temukan melalui interaksi simbolis.
8. Bounded et.al
Kebudayaan adalah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan manusia melalui simbol-simbol tertentu, misalnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang digunakan untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan tentang kebudayaan yang di harapkan dapat di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
9. Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan adalah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau aktivitas manusia dan produk yang dihasilkan manusia yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
10. Robert H Lowie
Kebudayaan adalah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, mencakup kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di dapat melalui pendidikan formal atau informal.
11. Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan.
Kesimpulan
Dari berbagai definisi di atas, dapat diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi social, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.

Kebudayaan

A. Arti Definisi / Pengertian Budaya Dan Kebudayaan
Budaya secara harfiah berasal dari Bahasa Latin yaitu Colere yang memiliki arti mengerjakan tanah, mengolah, memelihara ladang (menurutSoerjanto Poespowardojo 1993).
Menurut The American Herritage Dictionary mengartikan kebudayaan adalah sebagai suatu keseluruhan dari pola perilaku yang dikirimkan melalui kehidupan sosial, seniagama, kelembagaan, dan semua hasil kerja dan pemikiran manusia dari suatu kelompok manusia.
Menurut Koentjaraningrat budaya adalah keseluruhan sistem gagasan tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan miliki diri manusia dengan cara belajar.

B. Arti Definisi / Pengertian Budaya Kerja
Budaya Kerja adalah suatu falsafah dengan didasari pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan juga pendorong yang dibudayakan dalam suatu kelompok dan tercermin dalam sikap menjadi perilaku, cita-cita, pendapat, pandangan serta tindakan yang terwujud sebagai kerja. (Sumber : Drs. Gering Supriyadi,MM dan Drs. Tri Guno, LLM )

C. Tujuan Atau Manfaat Budaya Kerja
Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.
Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik :
1. meningkatkan jiwa gotong royong
2. meningkatkan kebersamaan
3. saling terbuka satu sama lain
4. meningkatkan jiwa kekeluargaan
5. meningkatkan rasa kekeluargaan
6. membangun komunikasi yang lebih baik
7. meningkatkan produktivitas kerja
8. tanggap dengan perkembangan dunia luar, dll.

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Macys Printable Coupons